Kamu Udah Capek Jadi People Pleaser?

Kamu pernah gak, ngerasa kayak hidupmu itu diisi sama permintaan orang lain? Mulai dari temen yang tiba-tiba nitip beliin sesuatu, keluarga yang ngerecokin waktu istirahat, sampe rekan kerja yang sok-sokan nambahin tugas ke kamu dan kamu cuma bisa bilang “iya, iya, iya” padahal dalam hati pengen teriak “PLIS, STOP!” 

Tapi akhirnya kamu tetap ngelakuin semuanya, karena nggak enak. Karena takut dibilang jahat. Karena khawatir kalau kamu nolak, mereka nggak bakal suka sama kamu lagi. 

Ya, kalau kamu merasa gitu, yaudah selamat—itu tanda kamu lagi terjebak di dunia gelap bernama people pleaser. Dunia yang isinya rasa bersalah, capek mental, tapi pura-pura nggak kenapa-napa. 

Masalahnya, jadi people pleaser itu bukan cuma bikin kamu kecapekan secara fisik, tapi juga bikin kamu hilang kendali sama hidupmu sendiri. Kamu jadi gampang stres, gampang meledak di waktu yang salah, dan yang paling parah: kamu jadi lupa caranya ngehargai diri sendiri. 

Orang-orang di sekitarmu mungkin bahagia karena selalu diturutin, tapi kamu? Ya cuma bisa menghela napas sambil bilang ke diri sendiri, “gapapa, yang penting mereka senang”. Padahal, deep down, kamu lagi ngorbanin sesuatu yang penting—batas (boundary) dan kewarasanmu. 

Dan ngomongin soal berkata “tidak”, wah ini dia musuh terbesar orang-orang people pleaser. Kayak ada alarm darurat di otak tiap mau nolak sesuatu. Tiba-tiba muncul pikiran-pikiran gelap: “Nanti dia tersinggung nggak ya?”, “Nanti aku dianggap sombong nggak?”, “Nanti hubungan kami jadi renggang nggak?” 

Pokoknya semua “nanti-nanti” muncul duluan. Padahal, kenyataannya, berkata “tidak” itu bukan kejahatan kemanusiaan kok. Itu cuma bentuk kamu bilang ke dunia: “Hei, aku juga manusia, aku punya batas.” 

Salah satu alasan kenapa kamu selalu merasa bersalah kalau nolak adalah karena kamu terbiasa mikirin perasaan orang lain lebih dulu daripada dirimu sendiri. 

Kebiasaan ini mungkin udah kebentuk dari kecil: disuruh nurut, disuruh baik sama semua orang, disuruh jangan bikin orang lain kecewa. Akhirnya, sampai gede pun kamu bawa pola itu terus. 

Tapi begini jadi orang baik itu bagus, tapi jadi orang baik sampai ngorbanin diri sendiri? Nggak sehat. Kamu boleh baik, tapi jangan sampai jadi karpet yang diinjek-injek semua orang. 

Belajar bilang “tidak” itu bukan berarti kamu jadi jahat. Justru itu cara kamu ngelindungin energi, waktu, dan kesehatan mentalmu. Dan ngomongin soal energi, jujur aja: nggak semua orang layak dapetin effort kamu. 

Ada orang yang cuma datang kalau butuh, ada yang cuma ngerti kalau kamu ngasih, ada yang cuma bahagia kalau kamu nurut. Orang-orang kayak gitu nggak akan pernah puas. Mau kamu penuhi 100 permintaan pun, dia bakal nambah 101 lagi. Jadi ya sampai kapan kamu mau terus-terusan mengorbankan diri? 

Kalau mau jujur, belajar bilang “tidak” tuh sebenarnya bukan tentang keberanian, tapi tentang kesadaran: sadar bahwa kamu juga punya hak untuk memilih. Hak untuk istirahat. Hak untuk nggak selalu jadi solusi. Hak untuk menjaga diri sendiri. 

Dan yang paling penting: kamu nggak bertanggung jawab atas perasaan semua orang di dunia ini. Kalau mereka marah atau kecewa karena kamu bilang “tidak”, itu bukan berarti kamu salah—itu cuma berarti mereka terbiasa kamu selalu bilang “iya”. 

Ayo deh, mulai pelan-pelan. Kamu bisa mulai dengan nolak hal-hal kecil. Latihan dulu. Kayak, kalau temenmu minta tolong padahal kamu lagi tepar, ya bilang aja, “Maaf ya, aku lagi nggak bisa.” Udah. Nggak usah ditambah-tambahin penjelasan panjang kayak mau presentasi sidang skripsi. Semakin simpel, semakin aman. 

Lama-lama, kamu bakal sadar kalau nggak semua orang bereaksi sejelek bayanganmu. Sebagian malah punya empati dan ngerti kok. Dan kalau ada yang ngambek? Ya udah. Itu red flag. Nggak semua orang harus stay di hidupmu. 

Intinya, kamu nggak bisa terus-terusan memikul ekspektasi semua orang. Hidupmu terlalu singkat untuk dihabiskan buat memenuhi permintaan yang bahkan bukan tanggung jawabmu. 

Kamu berhak bahagia, berhak istirahat, berhak nolak, dan berhak punya kehidupan yang nggak dibentuk oleh rasa takut mengecewakan orang lain. 

Ingat, berkata “tidak” itu cuma satu kata sederhana, tapi efeknya bisa bikin hidupmu jauh lebih sehat, simpel, dan damai. 

Dan siapa tahu akhirnya kamu bisa ngerasain betapa lega dan nikmatnya hidup tanpa harus jadi mesin pemenuhan keinginan orang lain. #Postingan Lainnya